REVIEW IT (2017) Film Horror Lucu Nan Menyeramkan


Musim panas, kota kecil, set era 80’an, bocah-bocah SD ingusan yang super kepo, misteri anak hilang sampai teror monster mengerikan, yah, mudah bagi penonton yang belum pernah bersentuhan dengan franchise horor satu ini kemudian akan mengatakan bahwa IT terasa seperti versi layar lebar dari milik Duffer Brothers, Stranger Things, apalagi ada , toh, kenyataannya bukan. IT punya umur yang jauh lebih tua dari serial televisi populer Netflix yang tayang tahun lalu itu, 27 tahun tepatnya setelah mini seri dua episodenya tayang perdana 1990 silam atau jika mau ditarik lebih jauh ke belakang lagi, ia sudah berumur 31 tahun setelah novelist horor legendaris, Stephen King menerbitkan salah satu novelnya yang katanya paling menakutkan dan paling susah diadaptasi karena kompleksitas subteksnya.

IT versi mini seri televisi yang disutradara Tommy Lee Wallace mungkin bukan termasuk adaptasi terbaik dari novel-novel King yang sudah dibuatkan live action-nya, cenderung membosankan dan ‘lembek’ untuk ukuran horor, setidaknya buat saya pribadi. Tetapi semua penonton veterannya sepakat bahwa kemunculan karakter titular, si badut dari neraka, Pennywise dari selokan gelap itu sudah memberi kesan pertama yang mendalam, terutama akan menjadi mimpi buruk luar biasa buat mereka pengidap Coulrophobia. Jadi ketika nyaris tiga dekade kemudian Andy Muschietti memutuskan untuk kemudian berjudi mendaur ulang dengan kemasan yang lebih segar, tentu saja kita tidak berharap banyak mengingat lebih banyak adaptasi novel King yang buruk ketimbang yang oke di empat dekade ini. Tetapi saya menyesal terlalu pesimis, karena siapa sangka sutradara asal Argentina itu sudah melakukan pekerjaannya dengan sangat baik.

Saya senang dengan versi yang baru ini, Muschietti menciptakan dunia IT versinya sendiri bersama spirit musim panas di akhir era 80’an (yang dipindahkan dari era 50’an) dan semangat coming of age dari darah muda yang penuh energi. Semuanya bekerja dengan sangat efektif tanpa pernah beranjak terlalu jauh dari sumber aslinya, malah bisa dibilang Muschietti meng-upgrade segalanya, termasuk juga naskah yang ditulis Cary Fukunaga, Chase Palmer dan Gary Dauberman  di mana kali ini lebih menekankan pada sisi traumatis dan ketakutan masa kecil serta melakukan yang tidak pernah bisa dilakukan versi televisinya termasuk dengan cerdas menginjeksinya dengan kombinasi  teknis mood terang-gelap yang dinamis, menghasilkan sensasi dingin menusuk dari setiap kemunculan Pennywise bersama balutan atmosfer creepyyang sama menakutkannya seperti yang dihadirkannya dalam debut horor panjangnya, Mama. 

Sementara di sisi lain ada kehangatan terpancar dari persahabatan tujuh bocah pecundang kota kecil Derry yang tergabung dalam “The Losers’ Club” yang kental dengan semangat ala-ala Stand By Me, The Goonies, Super 8 dan tentu saja Stranger Things dengan segala keluguan, romansa “monyet” dan keingintahuan mereka dalam menyibak misteri anak-anak hilang yang berujung pada usaha mereka mengalahkan ketakutan terbesar dalam diri mereka yang diakibatkan teror badut setan Pennywise.

Tentu saja sebagai sebuah gelaran horor, IT punya tugas untuk menebar rasa takut buat penontonnya, meski harus diakui rasa takut itu terasa subjektif, namun secara keseluruhan Muschietti telah melakukan pekerjaannya dengan sangat baik. Dunia IT yang dibentuknya terasa suram sejak pertama kali adegan pertama bergulir, memancarkan rasa depresif dan suram di balik cerita persahabatannya yang manis. Teror utama tentu saja datang dari Pennywise yang kali ini dihadirkan dalam bentuk lebih menyeramkan dari sekedar make-up

Kudos buat penampilan hebat Bill Skarsgård yang sukses memberi alasan kuat mengapa badut itu bisa lebih menakutkan dari setan perempuan berambut panjang atau monster alien jelek. Pennywise-nya Skarsgård tidak hanya sekedar bermodal wajah seram berbalut riasan tebal dan kostum norak, ia adalah ancaman sejati dari IT yang mampu menggoda sekaligus menghancurkanmu dari dalam dengan menebar teror dari ketakutan terbesarmu yang diwakili setiap karakternya, tidak hanya teror visual namun lebih dalam ketika menyentuh wilayah-wilayah lebih personal, lebih dalam dan lebih berat sepeti rasa takut akan kesendirian, kehilangan, bullying, rasisme, pelecehan seksual yang semuanya berhasil dikemas tanpa menjadi terlalu vulgar namun tetap mengena.


Jangan tertipu dengan pemilihan cast ciliknya yang imut. Meski diisi dengan banyak karakter bocah beranjak gede, bukan berarti IT bisa menjadi tontonan yang bersahabat buat penonton muda. Seperti yang dilakukan Del Toro dalam Pan’s Labyrinth, Muschietti mencoba menembus tembok yang menganggap horor berisi anak-anak itu lembek. Ia memberi porsi kegelapan yang cukup kental serta ancaman tanpa ampun meski subjeknya di dominasi anak-anak. Ia tega memberi kematian mengenaskan melalaui adegan pembunuhan sadis, mutilasi baik dari Pennywise sendiri maupun yang lebih mengerikan, remaja bermasalah termasuk penggunaan banyak umpatan “F” . 

Namun di sisi lain Muschietti tetap memberi nuansa coming of age yang ceria di balik segala terornya. Bagian terbaik IT tentu saja bagaimana interaksi antara karakternya yang terjadi begitu menarik, begitu dekat dan begitu hangat bersama dukungan pemain yang hebat, membuatnya menjadi sajian yang tidak hanya terasa menakutkan sebagai sebuah horor namun di satu sisi  juga sebagai sebuah drama pendewasaan dan persahabatan yang menyenangkan, emosional dan personal.
REVIEW IT (2017) Film Horror Lucu Nan Menyeramkan REVIEW IT (2017) Film Horror Lucu Nan Menyeramkan Reviewed by tmv31 on 9/07/2017 04:00:00 PM Rating: 5

REVIEW IT (2017) Film Horror Lucu Nan Menyeramkan

Tidak ada komentar:

no spam or will be deleted

Diberdayakan oleh Blogger.