TRANSFORMERS: AGE OF EXTINCTION (2014) BluRay Review

Movie Review: Transformers: Age of Extinction (2014)

Release Date: 25 June 2014 (Indonesia)
Country: USA
Language: English
Genres: Action | Adventure | Sci-Fi
Director: Michael Bay
Writer: Ehren Kruger
Stars: Mark Wahlberg, Nicola Peltz, Jack Reynor
Ratings: 7,3/10 from 2.548 users
Reviews: 17 user
Info: imdb.com/title/tt2109248/

Review

Meskipun tanpa kehadiran Shia LaBeouf,
Josh Duhamel, Tyrese Gibson dan Rosie Huntington-Whiteley, seri terbaru dari adaptasi mainan laris Hasbro ini tampaknya masih tidak banyak berubah, semuanya karena sang “dalang” lama masih setia berada di belakang kamera, kembali menghadirkan kehancuran dan keributan yang tidak jauh-jauh dari pendahulunya. Setelah sempat mengatakan emoh menukangi seri-seri masa depan Transformers pasca  Dark of The Moon (Sebelumnya Revange of The Fallen juga), Micahel Bay kembali menjilat ludahnya sendiri. Ya, sepertinya susah buat Bay untuk menahan godaan besar ini sekali lagi, meskipun instalemen ke-empat yang diberi tajuk Age of Extinction ini diproyeksikan sebagai era baru sekaligus reboot halus buat kisah Optimus Prime dan teman-teman Autobots-nya, sekali lagi sebenarnya tidak ada yang benar-benar baru di Age of Extinction.

Ceritanya sendiri bersetting empat tahun setelah insiden pertempuran besar Autobots dan Decepticons di Chicago. Setelah itu semuanya tidak lagi sama, khususnya bagi para alien robot yang kini tidak bisa sembarangan lagi muncul ketika pemerintah Amerika Serikat di bawah pimpinan Harlod Attinger (Kelsey Grammer) memberlakukan aturan “Cemetery Wind” untuk memburu tidak hanya Decepticons namun juga geng Autobots yang tersisa dan membinasakan mereka untuk selamanya dengan bantuan alien pemburu Transfomers, Lockdown. Sementara di tempat lain, di pedalaman Texas ada Optimus Prime bersembunyi dengan tenang, tetapi itu tidak lama ketika ilmuwan robot amatir yang juga seorang single father, Cade Yeager (Mark Whalberg) yang tinggal bersama putri tunggalnya, Tessa (Nicola Peltz) menemukan dirinya tanpa sengaja dan memulai segala kekacauan ini.

Apa yang dijanjikan oleh Michael Bay bahwa Transformers: Age of Extinction akan menjadi sebuah awal baru yang terasa segar harus diakui berhasil tampil dengan baik di bagian pembuka, sinopsis terbangun tanpa terasa kasar dimana ia berhasil mengganti karakter lama dengan hanya menyisakan favorit penonton seperti karakter besar Optimus Prime dan Bumblebee serta yang lebih kecil pada Ratchet dan Brains, kemudian memutar fokus utama dengan menaruh kisah love interest sebagai pendukung dan menjadikan hubungan ayah dan anak sebagai pusatnya. Tidak kuat memang, terkesan seadanya dengan pergerakan cepat dan sedikit dipaksa, tapi setidaknya ada aksi ping-pong yang baik dari sisi drama dan juga cikal bakal pertempuran yang ia bakar secara stabil dengan baik.

Tapi sekuat apapun anda berusaha untuk mempertahankan perlakuan berbeda (sedikit mengesampingkan cerita) yang telah anda berikan sejak awal, film ini tetap saja akan terasa melelahkan. Rangkaian ledakan skala besar yang menyenangkan serta tertata dengan halus, eye-popping penuh warna yang cerah disertai gambar-gambar indah yang dengan mudah akan memanjakan mata dan juga pikiran, dari balapan bersama Camaro, Bugatti Veyron, Corvette C7, dan Hummer H2, hingga pertempuran dan baku tembak dengan slo-mo yang manis melibatkan benda besar, setia ditemani berbagai iklan dari Beats hingga Victoria's Secret, sisi teknis pada visual dengan segala efek yang ia gunakan layak mendapatkan dua jempol, Oscar mungkin. Pertanyaannya adalah kenapa itu terasa biasa?

Karena Transformers: Age of Extinction tidak punya pesona yang mumpuni. Lewatkan dua film terakhirnya dan mari mundur ke film pertama, disana ada pesona sederhana yang kuat, pria bersama mobil pertamanya, serta wanita pujaannya. Ada kualitas besar dibalik kuantitas kecil disana, hal yang terasa minim kehadirannya di penerusnya, Michael Bay secara konstan telah berhasil memperbesar hal itu di visual tapi belum mampu membuat mereka setidaknya seimbang sebagai satu kesatuan. Ia sangat rakus disini, menerapkan pendekatan yang sama dengan kuantitas sebagai nomor satu, selalu sibuk untuk memastikan bahwa layar tidak pernah diam meskipun harus diisi dengan dialog canggung dan narasi hambar bersama berbagai metafora antara robot dan mobil yang dikemas dengan agresifitas tingkat tinggi itu.

Sungguh mengherankan bagaimana bisa Bay dan timnya mampu merangkai berbagai adegan aksi penuh efek menakjubkan menjadi satu kesatuan yang mumpuni tapi disisi lain tidak dapat membangun sebuah alur petualangan yang berada di level cukup mumpuni di dua sisi. Tidak perlu solid apalagi megah tentunya, at least sebuah narasi yang mampu menjadikan penonton merasa terlibat di dalam petualangan itu, hal yang sebenarnya dapat meningkatkan nilai dan makna dari pertarungan penuh kehancuran itu, memberikan nyawa sehingga dapat menjauhkan kesan monoton dibalik berbagai pengulangan yang ia lakukan serta memperbesar thrill dan sensasi yang ia ciptakan. Potensi untuk menjadi petualangan menyenangkan di awal tadi justru berubah menjadi ajang uji kesabaran bagi para penontonnya.

Yap, dengan durasi 165 menit kita terus diserang dan dibombardir dengan adegan aksi tanpa disertai irama yang mumpuni. Bukankah seharian menyantap makanan manis akan menjadikan rasa manis itu terkesan biasa, menghilangkan sensasinya, dan mengundang rasa membosankan? Harus ada penyeimbang yang menciptakan variasi. Begitulah TF4, tidak punya penyeimbang sehingga diawal ia menakjubkan namun perlahan mulai terasa biasa dan menjemukan, melelahkan. Resiko memang karena Michael Bay sadar ia harus melakukan itu untuk menutup cerita hambar yang ditulis oleh Ehren Kruger. Tidak akan terasa mengganggu bagi mereka yang telah terhipnotis oleh adegan aksi, dan disisi sebaliknya akan merasa jengkel karena mereka hanya mendapatkan kemasan dengan rasa yang sama tanpa kesan segar didalamnya.

Akhirnya ini akan terasa seperti show-off kosong dengan budget yang super besar dari calon penghuni highest-grossing films list. Extinction, kepunahan, tidak ada something menarik yang tersisa dari misi itu dalam skala kecil sekalipun di akhir cerita, berakhir hambar sama seperti dialog dan mayoritas humor yang ia hadirkan. Begitupula dengan divisi akting, hanya Stanley Tucci yang mampu memancarkan sinar dari karakternya dengan sedikit bantuan Li Bingbing, dan T. J. Miller tampil cukup baik yang membuat kejutan itu meninggalkan shocking effect yang kuat. Mark Wahlberg yang seharusnya ambil bagian sebagai pahlawan lebih tampak seperti ayah yang bingung dengan apa yang terjadi disekitarnya, dan Nicola Peltz belum mampu melanjutkan tugas Megan Fox dan Rosie Huntington-Whiteley sebagai Transformers leading lady.

Tentu saja porsi aksinya tetap didapuk untuk menjadi daya pikat nomor satu. Bay kembali membawa berton-ton bahan peledak yang sudah disiapkan untuk menghadirkan momen-momen aksi spektakuler. Meskipun kali ini kehancuran Chicago tidak sampai separah Dark of The Moon, sekuen demi sekuen pertarungan yang melibatkan para Autobots dan robot-robot muktahir ciptaan Ilmuwan sombong KSI, Joshua Joyce (Stanly Tucci) masih digarap fantastis bersama efek-efek CGI yang sudah di-upgrade lebih canggih dan Hong Kong mendapatkan ‘kehormatan’ untuk diacak-acak Michael Bay bersama bintangnya yang tengah bersinar, Li Bingbing yang didapuk menjadi Su Yueming untuk mengaet penonton negeri tirai bambu yang saat ini sudah mejadi potensi besar box-office luar Amerika. 

Tetapi kalau mau jujur aksi-aksi yang terjadi di Age of Extinction sebenarnya sama membosankannya dengan narasinya, tidak ada sesuatu yang memorable, semuanya masih sama berisiknya seperti yang pernah dihadirkan Bay sebelumnya, dan kali ini terasa terlalu lama. Bagian terbaik Age of Extinction dipegang oleh kehadiran para Dinobot yang keren sayang kemunculan para Legendary Knight itu terlalu sebentar. Lalu juga kehadiran Lockdown yang tangguh memberi keasikan teersendiri.

Overall, Transformers: Age of Extinction adalah film yang kurang memuaskan. Jika anda sejak awal hanya ingin menyaksikan mobil berubah menjadi robot dan sebaliknya, kemudian bersatu dan bertarung menghasilkan kehancuran skala besar, ini adalah film untuk anda. Mengapa? Karena fokus anda akan lebih kuat untuk tidak terganggu dengan berbagai drama dan alur mondar-mandir hampir berantakan, kekurangan nyawa dan miskin irama, hal yang justru membawa banyak nilai minus: menambah tumpukan hal-hal kurang penting, memperpanjang durasi, perlahan memperbesar rasa lelah (mungkin jengkel) dari penontonnya, dan puncaknya merusak kenikmatan dari jualan utamanya yang sebenarnya punya kualitas mumpuni, adegan aksi. Nothing fresh. Segmented. (GD)

TRANSFORMERS: AGE OF EXTINCTION (2014) BluRay Review TRANSFORMERS: AGE OF EXTINCTION (2014) BluRay Review Reviewed by gede on 6/28/2014 12:26:00 PM Rating: 5

Film ke 4 Transformers: Age of Extinction Blu-ray (2014) Review. Pre-Order BluRay Transformers: Age of Extinction is the fourth film in director Michael Bay's global blockbuster franchise. With help from a new cast of humans, Optimus Prime and the Autobots must rise to meet their most fearsome challenge yet. Meskipun tanpa kehadiran Shia LaBeouf, Josh Duhamel, Tyrese Gibson dan Rosie Huntington-Whiteley, seri terbaru dari adaptasi mainan laris Hasbro ini tampaknya masih tidak banyak berubah, semuanya karena sang “dalang” lama masih setia berada di belakang kamera, kembali menghadirkan kehancuran dan keributan yang tidak jauh-jauh dari pendahulunya.

Tidak ada komentar:

no spam or will be deleted

Diberdayakan oleh Blogger.